Buku ini aku selesaikan cepat. Aku dipinjami Puput hari jumat, minggu malam aku sudah kelar. Kertasnya enak dibaca. Mirip buku Ayat-ayat Cinta-nya Kang Abik atau Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata. Lembut. Tak mudah lelah dimata. Cover bukunya menarik. Bergambar sesuai dengan judulnya, yaitu gambar lima menara. Puput, teman yang baik yang meminjamkanku buku ini, sangat terobsesi dengan gontor.
Bener banget. Setting tempat ini adalah Gontor. Pondok Modern Gontor Darussalam, Ponorogo, Indonesia. Kisah hidup ini tentang Alif Fikri, anak Maninjau, pelosok Sumatera Barat. Yang dipaksa untuk sekolah agama setelah selesei sekolah madrasah tsanawiyahnya. Bertemu dengan ribuan teman dari seluruh Indonesia di Pondok Madani, begitu disebutkan di novel ini. Namun dia punya teman akrab berjumlah 5 orang, yang ia menamakan "geng"-nya sahibul menara, karena selalu berkumpul di bawah menara masjid pondok sebelum maghrib datang. Mereka saling membicarakan mimpi-mimpi mereka, keluh kesah dan ilmu-ilmu kehidupan. Ada Atang dari Bandung yang jago Teater. Ada Baso dari Gowa, yang selalu membawa buku kemana-mana dan terobsesi berat menjadi hafiz Quran. Ada Dulmajid, anak madura miskin yang unik. Ada Said, arab Surabaya yang jadi ketua informal mereka, suka olahraga dan berbadan besar. Ada Raja, anak Medan yang cerdas.
Bercerita tentang keseharian di Pondok Madani. Tentang kebandelan mereka, tentang liburan-liburan mereka, keisengan mereka, mimpi-mimpi mereka, ujian-ujian mereka, kompetisi dalam pondok hingga perpisahan yang sangat sungguh berat.
Banyak ilmu disini.
Yang membuat aku terinspirasi adalah tentu saja : Man Jadda wajada!
Siapa yang bersungguh-sungsuh, maka akan berhasil.
Saajtahidu fauqa mustawa al-akhar, yang artinya berjuang dengan usaha diatas rata-rata orang lain. Dahsyat!
Setelah baca buku ini, aku akan terus belajar bahasa juga agama.
"Jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar"